Monthly Archives: September 2020

Untuk Kamu.

2018 hingga 2020.

Tahun-tahun itu menjadi pembelajaran berarti buat saya. Mengenal seseorang yang bahkan saya rasa belum pernah saya temukan sebelumnya. Begitu berarti. Iya kamu. Semua prosesnya rasanya begitu cepat. Mulanya kenal, lalu untuk pertama kali dalam hidupku.. aku ikut car free day di hari Minggu terik di 2018 itu. Seolah berlari kecil dengan kamu menghilangkan jejak luka yang sebelumnya ada. Dari situ kita mengobrol, dari situ ku sadar kalau kamu baik.

Bulan berikutnya tampak lebih indah. Bersama saling membangun, menyelesaikan teka-teki pasien bersama. Pun aku nggak punya jadwal yang sama dengan kamu, kamu bisa meneleponku untuk bertanya ‘Nan, aku butuh pendapat kamu. Pasiennya menurut kamu baiknya dikasih A atau B ya?’ Iya, kamu menganggapku pandai sementara aku disini selalu kagum dengan kepintaran kamu. Terlihat saling melengkapi, saling bersinergi, kala itu. It was.

Sampai suatu hari mulai satu demi satu banyak wanita menghubungi kamu, bahkan ada yang sampai minta kamu antar pulang, atau rela menghabiskan liburnya untuk bakti sosial bersama kamu. Tapi kamu selalu bercerita dan bertanya boleh, Nan? Tentu. Buatku selama itu positif, selama itu semua demi kebaikan ummat, tentu boleh mas.

Dan sekelompok itu pula yang berbicara tentangku suatu hari, bahwa katanya aku ngejar kamu. Yang kuingat hari itu, aku sedih. Tapi buat apa diceritakan bagaimana perjuangan kamu mengenal papa mama ku, dan bagaimana bapak ibu akhirnya menerima kehadiranku. “Yang tahu kan kita, Nan.” sebutmu kala itu. Semua gossip tentangku aku abaikan. Karena kamu begitu menenangkan. Karena kamu begitu sabar.

Tahun kedua.

Meminta izin kepada orangtua masing-masing untuk sekolah. Iya, sekolah. Keputusan yang kala itu rasanya berat karena ada komitmen disana untuk memikirkan tentang kita kelak, ketika kita sekolah.

Yang mereka tahu, kita selalu bahagia. Yang mereka tahu, aku yang ngejar kamu. Yang mereka tahu, terkadang aku manja dan kamu yang menopang semuanya. Mereka tidak tahu bagaimana perjuangan kita menghadapi naik turunnya mood kala belajar, mereka tidak tahu bagaimana kita bersama saling menjaga perasaan, bagaimana kamu malam itu panik menjemputku karena kamu mau… harus ada aku ketika aku upload dokumen mu ke website pendaftaran kuliahmu. Kamu mau, aku yg upload. Karena kamu tahu aku yang menata semuanya. Iya, mereka nggak tahu. Tapi mereka menjudge-ku. Dan selalu kamu tekankan, we are fine, Nan.

Sampai hari dimana ternyata kesempatan itu datang kepadaku, aku diterima. Kamu? Menyusulku namun di kampus berbeda.

Tiba dimana hari kita jaga bareng terakhir, he he. Sebelum keliling visite pagi, kulihat kamu duduk membaca buku laporan jaga yang kubingung untuk apa dibaca toh laporannya belum ditulis lantaran visite putaran terakhir belum dilakukan. Hari itu, kamu menemaniku berpamitan ke seluruh penjuru rumah sakit sambil visite. Namun ada yang beda.

“Mas, kamu sakit mata ya? Matamu merah sekali” Ujarku yang polos hari itu.

“Nan.” Lalu kamu terisak. “Sesudah ini kamu nggak disini. Sesudah ini kita beda rumah sakit. Aku bisa nggak ya?” Ujarnya, kemudian aku mendekat. “Aku bisa apa enggak, nggak ada kamu disini.”

Jadilah hari itu aku menemani kamu visite dengan mata merahmu, berpamitan dengan banyak orang dan sesudahnya kamu lanjut menemaniku mengurus banyak hal. Sampai tiba aku kuliah, kuingat sekali sepulang ku kuliah jam pertama.. ternyata ada kamu duduk di depan kelas. Menungguku, membawakan tas ransel baru untukku. Well, mereka masih bisa bilang aku yang ngejar? Iya mereka nggak tahu 🙂

ps : kamu tau apa yang aku rindukan dari dinas di satu rumah sakit? Aku rindu nyetir di tol dengan ada kamu dan mobilmu yang mendampingi di belakang. Aku rindu dengan kamu yang berhenti di tepi jalan menunggu mobilku yang menurut kamu lambat. Kamu bilang aku kurang paham dengan bahagiaku kalau ada kamu? Sama sekali tidak. Kupaham, mas.

Oktober 2019.

Hari itu seperti biasa kamu menanyakan aku sudah selesai kuliah atau belum. Dan seperti biasa pula, kamu menungguku di kantin depan kelas. Kita bercerita bertukar pikiran tentang pasien apa yang kamu hadapi hari ini, dan bagaimana kelasku berjalan.

Kamu tahu mas beratnya kala itu? Adaptasi bukan hanya dengan teman baru, tetapi cara belajar baru, cara menghadapi hubungan dan menata perasaan kala kamu sedang mendaftar di kampusmu di UNAIR.

Kuingat sekali akhirnya kita memutuskan menikmati senja hari itu, memesan makanan di gofood dan oiya kamu seperti biasa manis membawa sepaket camilan untuk stok ku selama satu bulan. Iya kamu selalu begitu. Dan aku suka karena kamu tahu.. aku suka makan.

Sampai di fase kalimat kamu ingin bicara serius, sudah lompat-lompat rasanya hatiku menunggu perjanjian kecil di awal persiapan sekolah bahwa.. kita daftar sekolah dulu ya, Nan lalu kita coba belajar untuk melangkah dan coba berpikir untuk kita. Tapi bapak mau aku sekolah dulu.

Tapi yang kudapat adalah kata selesai.

Oktober 🙂

Teruntuk kamu yang sudah menjadi pembelajaran luar biasa yang mengisi waktu sekolahku dengan tangisku karena rasa rinduku, teruntuk dia yang saat ini inshaAllah menjaga kamu.. kuharap kamu mendapat perasaan yang utuh. Kuharap ibu dan bapak pun begitu.

Sangat menjadi pembelajaran untuk bisa menjadi teman persiapan sekolahmu. Mempelajari karakter unikmu menjadi sebuah keseruan tersendiri untukku 🙂

Dan, doakan ku pula tuk melangkah dengannya yang kupilih. Dan aku tidak pernah menyesal dan sangat bahagia untuk bahagiamu, begitupula kuharap kamu bahagia untuk bahagiaku.

Pernah tau 500 days of summer? Iya ini realita. Pahitnya ada, manisnya ada, tapi.. Allah Maha Baik, Allah menjaga kami dengan banyak rahasia yang masih ada di depan sana.

ps : salam peluk untuk ibu dan bapak.